SEJARAH KOTA PACITAN

Sebagian orang berpendapat asal nama Kabupaten Pacitan berasal dari kata Pacitan yang berarti camilan, sedap-sedapan, tambul, yaitu makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan. Hal ini disebabkan daerah Pacitan merupakan daerah minus, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak sampai mengenyangkan; tidak cukup (pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) nama tersebut telah muncul dalam babat Momana).
Kota pacitan adalah sebuah kota yang berada di pulau jawa. Pacitan adalah sebuah kota yang berada di karesidenan madiun pada abad ke XV di pacitan telah berkembang agama hindu dan Budha yang berkiblat kepada Kerajaaan Majapahit yang dipimpin oleh ki ageng buwono keling yang bertempat tinggal di Jati Kecamatan Kebonagung (Drs. Ronggosaputro;1980)
Sedangkan islam dipacitan dibawa oleh Ki Ageng Petung (Kyai Siti Geseng) bersama Syeh Maulana Magribi dan Kyai Ampok Boyo (Kyai Ageng Posong) dibantu Kyai Menaksopal dari Trenggalek.
Beberapa prasasti juga ditemukan prasasti jawa kuno yang memperkuat asumsi bahwa Ki Ageng Buwono Keling merupakan penguasa di wengker kidul.
PRASASTI JAWA KUNO
JA PURA PURAKSARA ERESTHA
BHUWANA KELING ABHIYANA
JUWANA SIDDHIM SAMAGANAYA
BHIJNA TABHA MINIGVAZAH
RATNA KARA PRAMANANTU
Artinya : dahulu ada seorang pendekar  ternama bernama buwono keling yang telah mencapai kesempurnaan, dalam ilmu kebathinan dan kekebalan. Seorang guru diantara orang bijaksana dan beliau inilah yang menjadi perintis dan pemakrarsa daerah sekitarnya.
Negeri buwana Keling terletak di (Jati Kec. Kebonagung) ± 7 km dari ibukota Pacitan sekarang yang disebut daerah wengker kidul atau daerah pesisir selatan.
Dan ketika dalam perang gerilya 1747-1749 (Perang Palihan Nagari (1746-1755) )melawan VOC Belanda, Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan, beliau disertai 12 orang pengikutnya terus mundur keselatan sambil mencari dukungan orang sakti untuk membantu perjuangan. Tanggal 25 Desember 1749 rombongan tersebut lemah lunglai, dan atas bantuan setroketipo beliau diberi sebuah minuman yaitu buah pace yang telah direndam dengan legen buah kelapa, dan seketika itu juga kekuatan Pangeran Mangkubumi pulih kembali. Daerah itu diingat dengan pace sapengetan dan dalam pembicaraan keseharian sering disingkat dengan pace-tan lalu menjadilah sebuah nama kabupaten Pacitan (Drs. Ronggosaputro;1980)
Setelah Pangeran Mangkubumi menjadi Hamenku Buwono I beliau memenuhi janjinya kepada para pengikutnya yang ketika itu ikut bergerilya. Setroketipo diangkat menjadi Bupati Pacitan ke-2 setelah sebelumnya dijabat oleh Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo .  Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo sebelumnya diangkat juga oleh  Pangeran Mangkubumi pada tanggal 17 Januari 1750 setelah beliau banyak membantu Pangeran Mangkubumi ketika bergerilya didaerah pacitan. Ketika itu Ngabehi Suromarto menjabat demang Nanggungan dan ketika diangkat bupati bergelar Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo.
Nama-nama orang yang pernah menjabat Bupati Pacitan :
1745-1750            : R.T.Notopoero (Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo).
1750-1757            : R.T.Notopoero (Raden Ngabehi Tumenggung Notoprojo).
1757-                     : R.T.Soerjonegoro I
1757-1812            : R.T.Setrowidjojo I (Setroketipo)
1812-                     : R.T.Setrowidjojo II ((3 bulan) R.M Lantjoer)
1812-1826            : M.T.Djogokarjo I (Jayaniman)
1826-                     : M.T.Djogonegoro (Mas Sumadiwiryo)
1826-1850            : M.T.Djogokarjo II (Mas Karyodipuro)
1850-1864            : R.T. Djogokarjo III (Mas Purbohadikaryo)
1866-1879            : R.Adipati Martohadinegoro (Raden Mas Cokrodipuro)
1879-1906            : R.T Martohadiwinoto (Mas Ngabehi Martohadiwinata)
1906-1933            : R.Adipati Harjo Tjokronegoro I (R.T. Cokrohadijoyo)
1933-1937            : kosong (pemerintahan sehari-hari oleh Patih Raden Prawirohadiwiryo)
1937-1942            : R.T.Soerjo Hadijokro (bupati terakhir masa pemerintahan Belanda)
1943-                     : Soekardiman
1944-1945            : MR.Soesanto Tirtoprodjo
1945-1946            : R.Soewondo
1946-1948            : Hoetomo
1948-1950            : Soebekti Poesponoto
1950-1956            : R.Anggris Joedoediprodjo
1956-1960            : R. Soekijoen Sastro Hadisewojo(bupati)
1957-1958            : R.Broto Miseno (Kepala Daerah Swantara II)
1958-1960            : Ali Moertadlo (Kepala Daerah)
1960-1964            : R.Katamsi Pringgodigdo
1964-1969            : Tedjosumarta
1969-1980            : R.Moch Koesnan
1980-1985            : Imam Hanafi
1985-1990            : H.Mochtar Abdul Kadir
1990-1995            : H. Soedjito
1995-2000            : Sutjipto. Hs
2000-2005            : H. Soetrisno
2005-2010            : H. Sujono.
2010-2015            : Indartato

Letak geografis..

Kabupaten Pacitan terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dan berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta merupakan pintu gerbang bagian barat dari Jawa Timur dengan kondisi fisik pegunungan kapur selatan yang membujur dari gunung kidul ke Kabupaten Trenggalek menghadap ke Samudera Indonesia.
Kabupaten Pacitan mempunyai luas wilayah 1.389,87 Km2 atau 138.987,16 Ha yang kondisi alamnya sebagian besar terdiri dari bukit-bukit yang mengelilingi kabupaten. Sedangkan wilayah kota Pacitan yang merupakan inti atau pusat pemerintahan berupa dataran rendah. Selebihnya berupa daerah pantai yang memanjang dari sebelah barat sampai timur di bagian selatan.
Pacitan adalah kecamatan yang menjadi ibukota Kabupaten Pacitan, provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Pacitan adalah denyut nadi pemerintahan dan perekonomian kabupaten pacitan secara keseluruhan. Lansekap kota Pacitan terletak di lembah, di tepi Teluk Pacitan dan dialiri sungai Grindulu yang membentang dari wilayah selatan menuju pantai Teleng Ria.
Kabupaten Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terletak di bagian Selatan barat daya. Kabupaten Pacitan terletak di antara 1100 55 – 1110 25 Bujur timur dan 70 55 – 80 17 Lintang Selatan.
Dari aspek topografi menunjukkan bentang daratannya bervariasi dengan kemiringan sebagai berikut:
0-2 % meliputi ± 4,36 dari luas wilayah merupakan tepi pantai.
2-15 % meliputi ± 6,60 % dari luas wilayah baik untuk pertanian dan memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air.
15-40 % meliputi ± 25,87 dari luas wilayah sebaiknya untuk usaha tanaman tahunan.
40 % keatas meliputi ± 63,17 % dari luas wilayah merupakan daerah yang harus difungsikan sebagai daerah penyangga tanah dan air serta menjaga keseimbangan ekosistem di Kabupaten Pacitan.

 
Batas-batas Administrasi :
- sebelah Timur          : Kabupaten Trenggalek
- sebelah Selatan       :  Samudera Indonesia
- sebelah Barat           : Kabupaten Wonogiri ( Jawa Tengah )
- sebelah Utara           : Kabupaten Ponorogo



Bila ditinjau dari struktur dan jenis tanah terdiri dari Assosiasi Litosol Mediteran Merah, Aluvial kelabu endapan liat, Litosol campuran Tuf dengan Vulkan serta komplek Litosol Kemerahan yang ternyata di dalamnya banyak mengandung potensi bahan galian mineral. Pacitan disamping merupakan daerah pegunungan yang terletak pada ujung timur Pegunungan Seribu, juga berada pada bagian selatan Pulau Jawa dengan rentangan sekitar 80 km dan lebar 25 km. Tanah Pegunungan Seribu memiliki ciri khas yang tanahnya didominasi oleh endapan gamping bercampur koral dari kala Milosen (dimulai sekitar 21.000.000 – 10.000.000 tahun silam). Endapan itu kemudian mengalami pengangkatan pada kala Holosen, yaitu lapisan geologi yang paling muda dan paling singkat (sekitar 500.000 tahun silam – sekarang). Gejala-gejala kehidupan manusia muncul di permukaan bumi pada kala Plestosen, yaitu sekitar 1.000.000 tahun Sebelum Masehi.
Endapan-endapan itu kemudian tererosi oleh sungai maupun perembesan – perembesan air hingga membentuk suatu pemandangan KARST yang meliputi ribuan bukit kecil. Ciri-ciri pegunungan karst ialah berupa bukit-bukit berbentuk kerucut atau setengah bulatan.
Bersamaan dengan kala geologis tersebut, yakni pada zaman kwarter awal telah muncul di muka bumi ini jenis manusia pertama : Homo Sapiens, yang karena kelebihannya dalam menggunakan otak atau akal, secara berangsur-angsur kemudian menguasai alam sebagaimana tampak dari tahap-tahap perkembangan sosial dan kebudayaan yaitu dari hidup mengembara (nomaden) sebagai pengumpul makanan, menjadi setengah pengembara/menetap dengan kehidupan berburu, kemudian menetap dengan kehidupan penghasil makanan. Adapun tingkat kebudayaannya yaitu dari zaman batu tua (Palaeolithicum), zaman batu madia (Messolithicum), dan zaman batu muda (Neolithicum).

Obyek Pariwisata Kota Pacitan:

Gua Gong
Goa Gong. Merupakan Goa yang mendapat predikat Goa terindah se – Asia Tenggara. Terletak di desa Bomo, Kecamatan Punung ini menawarkan sejuta pesona keindahan stalaktit dan stalakmitnya. Kalau mau melihat salah satu lokasi keajaiban bawah tanah, selayaknya kita melawat ke daerah Pacitan. Sebab di antara bukit-bukit gersangnya, ternyata tersimpan gua-gua eksotisme bawah tanah batuan gamping. Yang hanya akan meninggalkan jejak keindahan bagi mata yang pernah memandangnya. Deretan bukit batuan gamping menghiasi sepanjang kiri-kanan jalan. Jalan yang berkelok indah di sisi pinggir bukit membuat lintasan paralel menyusur di antara kehijauan pohon jati. Angin segar menerpa, di atas aspal baru. Mengantarkan kaki menuju parkiran wisata gua Gong, di Kabupaten Punung, Pacitan Jawa Timur.
Di sepanjang perjalanan menuju mulut gua, deretan kios pedagang makanan masih tertutup rapat. Mungkin karena saya datang bukan saat akhir minggu, jadi deretan kios ini terlihat menutup diri saja. Lagipula, memang tak banyak pengunjung yang datang saat itu. Hanya terlihat sekelompok pria dewasa, yang sepertinya hanya ingin melewati rasa penasarannya saja untuk melihat isi perut bumi di daerah desa Bomo ini.
Memasuki lorong pertama di gua ini, sudah terasa keindahan mulai memijar. Deretan straw (ornamen berbentuk seperti sedotan) berebut memenuhi langit-langit gua. Sebuah ungkapan selamat datang yang mahaindah bagi yang mengerti. Karena deretan straw tersebut bisa berarti sinyal pemberitahuan, mengenai lebatnya ornamen lain di dalamnya.
Benar saja, setelah melewati lorong straw, langsung mata ini disergap oleh puluhan bahkan ratusan ornamen gua yang berbeda tiap bentuknya. Teramat banyak saya kira, lebih banyak dari sekumpulan ornamen gua yang pernah saya lihat di gua-gua lainnya di tanah Jawa ini. Semua penuh memadati lorong menurun gua, menghiasi tiap meter sisi tangga. Menjadi hiasan yang tak terukur nilainya, karena tiap ornamen bisa jadi berumur ratusan tahun lamanya.
Saking banyaknya ornamen yang ada di dalam gua tersebut, sampai sulit rasanya menyebutkan satu per satu di sini. Yang paling saya ingat mungkin sekumpulan gourdyn raksasa, yang dipenuhi bintik mutiara di dalamnya. Titik-titik kecil tersebut seperti ribuan kunang-kunang saja layaknya. Suasana gua yang temaram makin menambah eksotis ribuan titik mutiara itu. Memenuhi tiap jengkal mata memandang, dan bila memejamkan mata, rasanya masih tertinggal ribuan titik mutiara tersebut memenuhi benak kepala.
Perjalanan masih terus memasuki lorong-lorong. Menembus di antara stalagmit dan stalagtit. Membentuk tiang-tiang tinggi penyangga lorong, mengukuhkan keberadaan mereka di sana. Diselang-selingi dengan tirai tipis batuan, menimbulkan kekaguman saat mencoba mengetuknya. Terdengar suara berdengung, yang menggema di seantero lorong. Rupanya inilah sebab mengapa gua ini disebut Gong. Karena tiap kita memukul bagian ornamen di dalamnya, akan terdengar suara berdegung, mirip suara yang dihasilkan gong gamelan kesenian khas Jawa.
Hingga akhirnya saya keluar dari lorong-lorong berhawa panas tersebut, masih terasa sentuhan pada mata dan kuping ini. Menembus liang pemikiran dan berbayang terus, bahkan sampai es degan (kelapa) melewati kerongkongan. Baru tersadar bahwa keindahan gua tersebut benar-benar sebuah anugerah dari kuasa, yang diberikan untuk mempercantik kawasan keras gamping tersebut.

 Nasi Tiwul
Sambel trasi dengan lalapan daun kemangi, kemudian dicampur dengan lauk lele goreng, dengan satu porsi nasi tiwul. Nasi  yang sudah jarang sekali dinikmati oleh masyarakat Pacitan ini adalah merupakan maskan khas daerah pacitan sejak dulu. Nasi Tiwul adalah hasil olahan dari tepung ubi kayu (cassava) melalui proses tradisional, yaitu tepung cassava ditambahkan air hingga basah dan dibentuk butiran-butiran yang seragam dengan ukuran sebesar biji kacang hijau dan dikukus selama 20-30 menit.
Tiwul adalah makanan pokok sebagai pengganti beras yang berasal dari singkong. Disaat musim kemarau, berbondong-bondong petani menanam singkong, hal ini dikarenakan tanah mereka sulit untuk mendapatkan air disaat musim tersebut. Daripada tanah dibiarkan kosong mlompong, lebih bermanfaat ketika mereka menanaminya dengan ketela. Setelah ketela dipanen, umur sekitar 60 sampai 90 hari, kulit ketela dikupas. setelah itu dikeringkan. Jadilah gaplek yang bisa disimpan sampai berbulan bulan. Para petani tidak akan khawatir jika kemarau panjang melanda selama mereka masih meyimpan gaplek dirumahnya. dari gaplek itulah dijadikan tiwul. Memang kandungan kalori tiwul masih tidak bisa menandingi beras, namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras. Konon nasi tiwul bisa mencegah penyakit maag, perut keroncongan dan lain sbg-nya. Cita rasa gaplek sangat khas dan unik.



Pemandian Air Panas Tirta Husada
Alami, Indah, Mempesona. Itulah kata – kata yang dapat mengungkapkan keindahan pesona wisata di Kabupaten Pacitan, terutama keindahan wisata alamnya. Dari ujung perbatasan di Ponorogo, kita akan mulai melihat keindahan pemandangan alam itu dari sungai Grindulu yang membentang dari Kecamatan Tegalombo sampai ke pacitan. Kemudian berlanjut ke Kecamatan Arjosari, kita akan melihat dan merasakan dahsyatnya Pemandian air panas yang mampu menyembuhkan penyakit kulit ini. Pemandian Air Panas Tirta Husada ini merupakan salah satu objek wisata alam sekaligus berfungsi untuk terapi penyembuhan berbagai penyakit kulit. Objek wisata ini terletak di Kecamatan Arjosari, di dekat Pondok Pesantren Tremas.

Pantai Teleng Ria Pacitan
Kemudian berlanjut dan bertutut – turut, kita akan melihat pemandangan luar biasa dari Pantai – Pantai yang ada di Pacitan. Mulai dari Pantai Teleng Ria Pacitan, yang merupakan Pantai sekaligus pusat perekonomian warga sekitar Teleng Ria yang memanfaatkannya untuk menggali Potensi Lautnya. Selain itu Pantai Teleng Ria juga dijadikan tempat untuk arena olahraga (Surfing, Balap Motor)

Pantai Srau
Kemudian adalah Pantai Srau, yang berada di Desa Srau Kec.Pringkuku Kab.Pacitan. Perjalanan ke pantai ini ditempuh sekitar satu jam melalui sebuah jalan yang berliku masuk ke hutan jati dan rumah pedesaan. Pantai ini terkenal dengan keindahan Batu Karangnya yang mempesona.

Pantai Watu Karung
Pantai selanjutnya adalah Pantai Watu Karung. Pantai yang terletak di desa Watukarung, Kecamatan Pringkuku ini adalah pusatnya para nelayan mencari ikan. Nelayan – nelayan dengan perahu tradisional banyak ditemui disini. Begitu air surut, kita bisa berjalan ketengah lautan sampai pinggir palung lho. kira-kira 50 meter-an dari garis pantai normal, namun kita juga perlu waspada adanya tidal wave (atau ombak kejut) lewat. Masih banyak pantai – pantai yang lain, seperti Pantai Klayar yang menawarkan keindahan batu karangnya,Pantai Buyutan, Kali Uluh, dan sederet nama – nama objek wisata lainnya yang mempesona. Selamat datang di Pacitan, Kota Pariwisata.

Monumen Jenderal Sudirman.
Terletak di desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan ini adalah wisata sejarah sebagai simbol perang Gerilya oleh Jenderal Sudirman. Monumen ini pada Tahun 2009 telah diresmikan oleh Presiden SBY.

Sungai Grindulu.
Sungai terpanjang di Kabupaten pacitan yang berasal dari Gunung Wilis ini adalah sungai yang membentang dari Desa Gemaharjo, Desa Krajan, Desa Ngreco, desa Gedangan, Desa Kebondalem (Kecamatan Tegalombo), Desa Mangunharjo di Arjosari, dan beberapa Desa di Kecamatan Pacitan.

Kerajinan Batu Akik
Kerajinan Batu Akik. Batu akik dibuat dari bahan baku seperti  Jasper, Fosil Kayu, Kalsedon, dan Pasir Kwarsa, yang banyak dijumpai di sekitar sentra industri kecil batu akik di beberapa desa Kecamatan Donorojo.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Heroe Al Ahsan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger